TENDIK MBS1

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

TENDIK MBS 2

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 17 Oktober 2012

Ayo Menjadi GUru Kreatif

Menjadi guru kreatif ternyata tidak mudah. Perlu perjuangan dan pengorbanan. Bahkan mungkin anda akan mengalami sebuah penderitaan dahulu yang akan membawa anda kepada puncak kebahagiaan dan ketenaran. Saya banyak belajar dari Prof. Dr. H. Arief Rachman, bapak sekaligus guru saya di sekolah Labschool. Beliau adalah tokoh pendidkan dan contoh guru kreatif yang ada di Indonesia. Dari tangan beliaulah lahir tenaga-tenaga pendidik seperti saya yang berusaha keras untuk menjadi guru kreatif.

Guru kreatif tidak pernah puas dengan apa yang ada pada dirinya. Dia terus belajar, dan belajar sampai ajal menjemputnya. Baginya, menemukan sesuatu yang baru dalam pembelajaran adalah sesuatu hal yang harus dicari dan kemudian dibagikan kepada teman-teman guru lainnya. Tak mudah memang, tapi disinilah tantangannya bila kita mau terus instropeksi diri dalam pembelajaran yang kita lakukan di sekolah.

Selalu berusaha terus-menerus memperbaiki kinerjanya sebagai guru dengan terus melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajarannya.

Saya teringat pesan pak Arif, bila anda ingin menjadi guru yang kreatif, maka anda harus berhenti untuk menjadi guru “pengeluh”. Berusahalah semaksimal mungkin memberdayakan apa yang dimiliki sekolah untuk anda gunakan dalam menunjang pembelajaran anda. Bila kemudian anda menemukan alat bantu atau media pembelajaran yang membantu anda menyampaikan materi ke otak siswa dengan cepat, maka harus anda buktikan media itu dengan terlebih dahulu dengan melakukan PTK.

Dengan melakukan PTK anda akan menjadi guru yang kreatif. Di dalam PTK itulah akan anda dapatkan refleksi diri yang anda lakukan melalui siklus-siklus yang anda lakukan sendiri sampai anda merasa yakin bahwa yang anda lakukan telah berhasil.

Penelitian kualitatif cenderung berbasis kata, misalnya hasil wawancara, sedangkan penelitian kuantitatif cenderung berbasis angka misalnya skor uji. Anda dapat pelajari hal itu dengan membaca buku Action Research di ruang Kelas karya Vivienne Baumfield, dkk. Buku ini dapat anda dapatkan dengan mudah di toko buku Gramedia atau bisa juga anda pesan langsung ke penerbit Indeks.

Action Research di ruang kelas atau PTK merupakan panduan penting untuk semua guru kreatif yang tertarik melakukan riset di dalam ruang kelas. Penulisnya memberikan gambaran pendekatan yang mudah diikuti sehingga dapat membantu guru meningkatkan praktik profesional mereka dan mengevaluasi kebutuhan murid di sekolah. Terdapat banyak kiat praktis dan contoh proyek riset tindakan nyata dari berbagai tipe sekolah yang menjadikan PTK sebagai buku wajib bagi guru dan mahasiswa keguruan.

Menjadi guru kreatif harus mampu meneliti. Meneliti di kelasnya sendiri sehingga kualitas pembelajarannya semakin berkualitas. Banyak masalah yang bisa anda teliti, banyak masalah yang harus dicari segera solusinya. Melalui PTK anda akan mendapatkan rahasia-rahasia baru dalam khasanah ilmu pendidikan yang dapat anda kembangkan menjadi sesuatu yang berarti dalam kegiatan pembelajaran. Setiap kegiatan yang anda lakukan harus dicatat dan diamati benar bersama teman sejawat sehingga apa yang anda lakukan dalam PTK benar-benar solusi baru dalam pembelajaran di sekolah yang berujung kepada peningkatan mutu pendidikan.

Jangan biarkan diri anda menjadi guru pengeluh dan terus mengeluh karena anda tidak kreatif. Mari ciptakan khasanah ilmu pengetahuan baru dengan menjadi guru kreatif. Kalau bukan kita sendiri yang menjadi guru kreatif, lalu siapa lagi?

Cara mudah membuat RPP dan Silabus yang kreatif (Perangkat pembelajaran).

Guru dan rencana pembelajaran adalah bagaikan dua orang sahabat yang selalu bersama yang tidak terpisahkan. Guru yang sudah baik cara mengajarnya akan semakin baik dalam mengajar jika ditangan dan pikirannya sudah tertera peta yang berbentuk tulisan RPP. Saya pribadi pernah merasakan dahulu bahwa RPP seperti penghalang kreativitas yang membuat selera mengajar menjadi turun hanya karena mesti menulis dan menuangkan ide kreativitas dalam lembar kertas yang pastinya menyita waktu. Pertanyaan terbesar saat guru membuat Silabus dan RPP, kenapa saya harus menulis hal yang saya sdh hafal diluar kepala? Dalam kegiatan PLPG diri saya disegarkan kembali mengenai pentingnya RPP dan hubungannya dengan kualitas pengejaran seorang guru.

Saat PLPG guru kelas 4 sampai 6 pun akan diminta buat RPP tematik, jadi guru kelas atas & guru kelas bawah sama-sama membuat RPP tematik dan RPP mata pelajaran. Kebiasaan membuat RPP sendiri sangat berguna di PLPG setiap 10 guru akan dibimbing 1 dosen, benar-benar saat untuk merefresh diri sebagai guru. Saat yang sama RPP yang dibuat juga berguna untuk digunakan saat mikro teaching di PLPG.

Banyak hal yang menjadi fakta dan kendala bagi guru di lapangan mengenai RPP ini, antara lain
Dalam membuat RPP, guru kerap hanya bergantung pada contoh yang ia dapat dari orang lain dan ditiru mentah-mentah padahal yang tahu murid sendiri yaa kita sendiri bukan orang lain. Jadi meniru boleh asal disesuaikan dengan kondisi murid kita sendiri.
Soal RPP, guru sering pusing sama formatnya, padahal jauh lebih penting substansinya. Mengejar format RPP yang benar tanpa pertimbangkan apakah isinya bisa diterapkan atau tdk cuma akan membuat frustasi
Di RPP tujuan pembelajarannya ‘anak bisa memperagakan’ eeeh di kelas gurunya malah ceramah, yaa tidak nyambung

Hal diatas menjadi bukti bahwa kemauan mencoba hal yang baru serta keinginan untuk selalu berusaha professional belum menjadi ‘jiwa’ yang ada didalam diri guru-guru sekarang ini. Untuk itu beberapa hal dibawah ini akan membantu anda menyegarkan pengertian kembali mengenai RPP sebagai perangkat pembelajaran.
RPP menggambarkan prosedur, struktur organisasi pembelajaran untuk mencapai Kompetensi Dasar yang ditetapkan dalam standar isi & dijabarkan dalam silabus
Susun indikator dalam RPP guru mesti melibatkan 3 aspek (kognitif, afektif, psikomotorik) dan tidak mesti semua supaya malah tidak mengada-ada
Lingkup RPP; untuk 1 pertemuan atau lebih
Standar khusus RPP: guru mesti tulis model dan pendekatan strategi pembelajarannya
RPP berisi kegiatan2 yang terstruktur, tanpa itu dijamin kelas berantakan
Langsung mengajar tanpa RPP boleh saja, asal guru sudah mengerti & mendokumentasikan skenario pembelajaran 1 tahun
Standar khusus RPP; ada langkah-langkah awal, inti, akhir serta disertakan jenis penilaiannya
RPP yang baik itu jelas, siapapun yang mengajarkan akan bisa membaca dan melakukan karena didalamnya dipaparkan tahap demi tahap (proses)

Langkah langkah dalam membuat RPP dan Silabus yang kreatif;
Pertahankan standar kompetensi dan kompetensi dasar, lalu usahakan untuk membuat indikator yang kreatif.
Ciri-ciri indikator yang kreatif adalah ia berorientasi pada produk yang akan dibuat oleh siswa. Misalnya siswa membuat jurnal, poster, presentasi singkat serta banyak lagi jenis penugasan yang kreatif dan memaksa siswa mempreaktekan berpikir tingkat tinggi.
mulai sekarang jadikan buku teks sebagai mitra dan bukan satu-satunya rujukan, banyak sekali RPP yang ujung-ujungnya meminta anak mengerjakan soal yang ada di LKS atau buku teks. Padahal ini saatnya menjadikan buku teks sebagai acuan teori, soal bentuk penugasan semakin kreatif guru maka semakin senang dan tertantang siswa untuk mengerjakan yang terbaik.

Workshop RPP dan Silabus pembelajaran yang saya ikuti di PLPG benar-benar membukakan mata saya kembali terhadap bagaimana semestinya guru memandang RPP. Mengakhiri tulisan ini saya bisa menyimpulkan bahwa prinsip sukses membuat RPP; guru mesti menutup mata pada contoh RPP yang dipunyai berlembar-lembar di laptop, yuk coba sendiri dulu

Selasa, 16 Oktober 2012

Kiat Menjadi Guru Profesional



Oleh : Akhsanin Sulaiman (Praktisi Pendidikan)

Saya ingin memetik sebuah falsafah Inggris yang menjadi pegangan mereka yang jaya dalam bidangnya. “Nobody plans to fail, but many fail to plan. So let us work and work aur plan”–“Seseorang yang gagal merancang tindakan, ia akan gagal pula dalam bekerja. Oleh karena itu marilah kita rancang langkah kita”.

“Jika Anda ingin tidak dilupakan orang segera setelah meninggal dunia, maka tulislah sesuatu yang patut dibaca atau berbuatlah sesuatu yang layak diabadikan.” (Franklin)

Lewat tulisan, berbagai macam ide terdokumentasikan menjadi data otentik serta catatan sejarah proses kehidupan pada masanya. Lewat kutipan ini pula “kiat guru profesional” menghadap pembaca.

Mencermati berbagai model perkembangan institusi pendidikan terkini, maka terbentang masa yang menggugah nyali para pendidik untuk mengoptimalkan potensi generasi berkualitas. Guru dengan mentalitas pendidik (nurturer/educator) yang mumpuni di bidangnya, adalah tuntutan dalam dunia pendidikan. Jadi, bukan hanya menjadi dambaan lembaga sekolah. Subyek didik pun menganggapnya sebagai ‘guru favorit’. Jika demikian halnya, lalu bagaimana untuk mewujudkannya?

Sudahkah Anda berpuas hati dengan prestasi sebagai guru? Bagaimana respon peserta didik saat kegiatan pembelajaran berlangsung? Dan bagaimana hasil evaluasi organisasi? Apapun jawaban yang Anda berikan, akan tetap memicu serta memacu diri, bahwa kita senantiasa perlu memperbaiki dan mengislahkan kompetensi (pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional) diri. Islah adalah satu konsep yang sangat ditekankan dalam Islam.

Orang beriman jika mempunyai pekerjaan, maka ia selalu mengerjakannya dengan professional dan amalnya dilaksanakan dengan tuntas. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrani disebutkan bahwa “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla suka seorang hamba yang kalau dia bekerja dengan itqon (profesional, tuntas dan berstandar).”

Tips Guru Profesional
Merancang strategi pembelajaran terbaik

Hasan Basri (Abdul Rahman,1998) menyatakan bahwa: “Orang yang bekerja tanpa pengetahuan dan rencana, sama seperti orang yang berjalan meraba-raba di jalan raya yang terbentang.” Orang yang bekerja tanpa tujuan, lebih banyak merusak daripada membangun.” Program pembelajaran sangat penting dipersiapkan serta diaplikasikan sesuai kondisi di lapangan. Agar pola mengajar dapat terarah, maka perlu mencatat peristiwa harian, misalnya: tugas, ulangan, laporan, dst. Sebuah tindakan akan menghasilkan produk yang berkualitas jika dipersiapkan secara optimal. Agar menjadi siswa terdidik dan unggul, maka perlu dibiasakan untuk merencanakan segala pekerjaan yang akan dilakukan.

Mempersiapkan faktor internal peserta didik dengan menyalakan ‘nyali’ lebih awal adalah hal yang sangat diutamakan. Sebelum menanam, lihat dulu lahannya. Menurut Rasulullah n, ada tiga tipe. Pertama “laqiyatun” – suci dan baik mudah menerima kucuran dan limpahan air. Kedua “ajadib” – tanaman tidak bisa tumbuh, namun bermanfaat bagi yang lain. Dan ketiga adalah “qi’anun” bak padang pasir.
Jernihkan visi dan peran sebagai guru

Apakah yang melatarbelakangi guru bertindak? Guru sebagai pelaku perubahan dan pendidik karakter. Strateginya? Mempraktikkan pembelajaran kolaboratif, menumbuhkan kejujuran akademis, mengembangkan sekolah sebagai komunitas belajar profesional, membangkitkan kultur kemandirian yang bertanggung jawab. Jadi, mengedepankan perubahan paradigma sebagai guru profesional.

Pada tataran teknis guru berperan sebagai pengajar dengan tugas utama mengajar, mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai peserta didik pada satuan pendidikan tertentu. Apa saja yang dipertontonkan guru kepada para siswanya adalah termasuk proses pendidikan. Mereka akan merekam sedemikian rupa segala peristiwa yang ada di sekelilingnya.
Hakikat anak didik

Hakikat anak didik menurut al-Ghazali merupakan anak yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan sesuai fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan serta pengarahan dari pendidik secara konsisten menuju titik yang optimal berdasarkan potensi fitrahnya. Karena kemampuan anak didik sangat ditentukan oleh usia dan perkembangannya.

Sulit menyebut siswa bodoh, yang ada adalah guru belum maksimal dalam mengajar !

Dengan proses sedemikian rupa, sesuatu yang sederhana menjadi luar biasa! Barang yang kelihatan murah akan menjadi sangat tinggi nilainya jika isi dan kemasannya hebat. Pohong (ubi kayu) misalnya, hanya barang lokal jika dikemas dengan teknologi modern bisa menjadi seribu macam produk yang bernuansa global.

Ingat lagi kondisi peserta didik!

Refleksi! Dengan mengkaji kelemahan dan kekuatan dalam menjalankan proses pembelajaran guru berhadapan dengan subyek didik yang unik, beraneka ragam intelegensinya, kekuatan daya pikir dan nalarnya serta kecenderungannya. Multikarakter subyek didik, akan menjadikan bahan bagi guru untuk ‘menanaknya’ sedemikian rupa. Mereka sedang mengalami proses perkembangan. Oleh karena itu, mereka membutuhkan bimbingan, arahan, teladan secara konsisten ke arah titik yang optimal sesuai fitrahnya.
Guru sebagai apa?

Guru sebagai motivator yang mendorong siswa melakukan sesuatu. Adakalanya cukup dengan penjelasan sekedarnya, namun ada pula yang memerlukan contoh serta teladan agar mudah diikuti siswa.

Guru harus terus menerus berintuisi serta menggali berbagai macam informasi untuk menemukan inovasi baru dengan cara mendapatkan sumber pembelajaran dari mana saja. Observasi media informasi, serta melibatkan teknologi harus terus dikembangkan.

Guru sebagai fasilitator?

Sebagai fasilitator, guru melayani, membimbing membina dengan piawai serta menghantarkan siswa ke gerbong kesuksesan. Guru selayaknya dengan ringan hati memfasilitasi siswa untuk menunjang proses pembelajaran.

Hendaknya ia memberikan bimbingan dan arahan kepada peserta didik terhadap perilaku tertentu. Berikan kemandirian untuk beraktivitas secara kreatif dan inovatif. Temukan metodologi yang tepat sebagai sarana pembelajaran.
Menentukan metode pembelajaran

Untuk menentukan metode pembelajaran hendaknya guru berangkat dari masalah yang dihadapi, baik dari perspektif guru maupun subyek didik. Bagi guru misalnya, rendahnya disiplin siswa, minat belajar tidak maksimal, interaksi belajar yang tidak efektif, cara mengajar yang membosankan, partisipasi belajar rendah, atau intensitas bertanya minim. Dari siswa dapat dilihat dari partisipasi belajar menurun, meremehkan guru, atau motivasi belajar yang bergelombang/tidak konsisten.

Apapun kondisinya, guru hendaknya mengedepankan pemahaman, bahwa metode belajar siswa sekurangnya ada tiga macam jenis. Auditoris, visual, dan terakhir mekanis/kinetis. Maksudnya? Pertama, anak lebih mudah memahami dengan uraian yang langsung ia dengar. Kedua, mereka lebih mudah menyerap materi pelajaran jika disampaikan dengan peragaan langsung/gambar atau imitasi dari tampilan objek yang sebenarnya. Selanjutnya, penjelasan dengan gerak atau ekspresi yang terhayati (gerakan sholat, seni suara, kungfu). Desain belajar bisa di mana saja asal lingkungannya mendukung ke arah KBM.
Menyelenggarakan program bimbingan bagi siswa yang belum tuntas

Realita membuktikan bahwa ada sebagian siswa yang lamban dalam mengapresiasi bidang studi yang sedang dipelajari. Oleh karena itu, guru perlu mengadakan pendekatan untuk mencari ‘api’ atau ‘gurem’ dalam sekam. Terdapat faktor intrinsik yang harus digali, selanjutnya solusi akan terkuak. Hendaknya guru pintar menyederhanakan persoalan yang rumit, sehingga mudah dimengerti oleh peserta didik.
Memperhatikan adab pendidik

Berikut ini adalah adab bagi pendidik yang ideal :

1. Memperlakukan murid bagaikan anaknya sendiri. “Sesungguhnya aku bagi kalian seperti ayah terhadap anaknya.” (R. Abu Dawud).

2. Tidak merendahkan ilmu lain yang bukan bidangnya.

3. Mengamalkan ilmu. Jangan sampai perkataannya sendiri diingkari oleh perbuatannya.
Meneguhkan keyakinan kepada Allah l.

Kita tentunya lebih bermotivasi sekiranya kita sadar bahwa Allah l akan senantiasa menolong hamba-Nya dalam setiap tindakan. Sekiranya benar-benar ikhlas mengharapkan ridho-Nya. Jika hati belum ‘jinak’, sulit rasanya hidayah akan meresap. Bukankah Rasulullah n pernah bersabda, “Tidak (sempurna) iman di antara kamu, sehingga hawa nafsunya tunduk terhadap apa yang aku bawa”.

Kesuksesan itu berawal dari hati dan pikiran seseorang dalam memandang sesuatu. Jika internalnya positif, maka eksternalnya juga akan mengiringinya. Epictetus mengatakan, “Kita tidak terganggu oleh hal-hal di luar kita, melainkan oleh bagaimana pikiran kita dalam memandang sesuatu.” Kata kuncinya adalah, jernih dalam memandang dan cermat dalam mencatat. Sudah berulang kali terbukti bahwa pikiran negatif senantiasa menciptakan emosi negatif. EQ Tinggi = Berpikir Jernih + Emosi sehat + Tindakan Pantas.

Wallahu A’lamu bisshowwab.

Referensi :

Ahmad, Sabri.2006. Melakar Kejayaan dalan Belajar. Sintok: University Utara Malaysia

Brotowidjoyo, Mukayat D.1985. Penulisan Karangan Ilmiah.Jakarta: Akademika Pressindo.

Bakar, Usman Abu.2009.Pemikiran Pendidikan Islam Klasik Dan Modern.Diktat Kuliah.

Majalah Solusi No. 18. September 2010.

Majalah Hidayatullah.Edisi Khusus I/2011.

Martin,Anthony Dio. 2008.Emotional Quality Management. Jakarta: HR Excellency.

*) Praktisi Pendidikan

Senin, 15 Oktober 2012

MENJADI GURU YANG BAIK





Guru,  Perilakumu digugu dan ditiru, Dipuja dan dihormati, Niat tulusmu ialah semangat kehidupan bagi muridmu, Ucapmu ialah pelajaran kehidupan bagi muridmu, Perilakumu ialah teladan kehidupan bagi muridmu, Yang tak kan pernah hilang ditelan waktu

Tapi….., Kadang ku berpikir….., Masih adakah pribadi guru yang seperti itu?, Masih adakah sang pahlawan tanpa tanda jasa itu?, Ah, sungguh bagai mencari jarum dalam jerami…, Sekarang uang sudah menjadi segalanya, Sudah bisa mengalahkan indahnya arti sebuah ketulusan

Tapi ku yakin…..
Sang pejuang kehidupan itu masih ada,  Karena manusia masih punya hati nurani,


Sengaja saya awali tulisan ini dengan seuntai puisi yang muncul karena ketidakmengertian diri saya terhadap para pendidik ‘masa kini’. Guru, selama ini sering dipandang orang sebagai profesi nomer dua dan hanya sebagai pilihan terakhir dalam memilih pekerjaan. Kenapa? Karena kalau kita bertanya pada anak didik kita tentang cita-cita mereka, mungkin hanya 1 atau 2 orang yang ingin menjadi ‘pahlawan tanpa tanda jasa itu’ . Kadangkala saya sering bertanya pada diri saya sendiri, kenapa orang sangat tidak tertarik untuk menjadi guru. Kalaupun sekarang banyak sekali universitas atau perguruan tinggi yang mencetak para sarjana pendidikan, itu karena mereka tidak lulus masuk seleksi jurusan favorite yang mereka inginkan dan lebih bergengsi. Hal itu terjadi karena profesi ini dinilai sebagai pekerjaan yang tidak begitu ‘basah’. Buktinya, kita sering mendengar banyak guru yang mengeluh karena gajinya tidak bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Dan bahkan kita sering melihat para guru berdemo minta kenaikan gaji. Miris sekali kalau kita menyaksikan hal yang seperti itu. Orang yang berjasa dalam mendidik para generasi bangsa belum mendapatkan perhatian yang layak baik itu dari Pemerintah maupun dari masyarakat sekitarnya. 

Hal yang menarik perhatian saya ialah ketika gaji para anggota DPR bernilai puluhan atau bahkan sampai ratusan juta rupiah, gaji dokter, entertainer, maupun orang kantoran mendapatkan gaji yang tidak sedikit. Tapi kalau kita perhatikan gaji seorang guru sangat jauh berbeda dari mereka, apalagi para guru honorer yang hanya bisa mengajar dengan niat ikhlas tanpa berharap lebih dari profesinya itu.

Maka jangan heran, kalau banyak guru yang mencari sampingan demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Memang tidak ada yang salah apabila guru memiliki pekerjaan yang lain selain mengajar di sekolah, selama apa yang ia kerjakan ada hubungannya dengan profesinya sebagai seorang pendidik. Tetapi ketika sampingannya itu tidak ada hubungannya dengan dunia pendidikan, maka yang terjadi akan ada ketimpangan dan pada akhirnya akan berakibat pada profesinya sebagai seorang pendidik.

Ada banyak kasus yang terjadi di masyarakat tentang seorang guru yang ‘mendua’. Diantaranya saja, seorang guru yang mempunyai pekerjaan sampingan sebagai tukang ojek, tukang becak, tukang parkir, dan bahkan ada yang menjadi seorang pemulung. “Gajiku tidak cukup untuk menghidupi anak dan istri”, itu yang terucap dari mulut sang guru ketika ditanya oleh rekan guru yang lainnya.

Jadi, apakah seperti itu profil guru professional? Apakah guru masih bisa mengajar secara professional ketika dalam pikiran mereka tersimpan berjuta masalah kehidupan?

Professional, menurut kamus Inggris-Indonesia (M. Echols,John & Hassan Shadily), berarti ahli. Jadi, guru professional berarti guru yang ahli. Ahli berarti kompeten dalam bidangnya. Seorang yang professional akan bekerja sekuat tenaga mencurahkan segala perhatian untuk profesinya itu. Dia akan terus berusaha untuk selalu mencari hal-hal yang bisa membuat dirinya lebih baik dan lebih capable dalam bidangnya.

Ada beribu pertanyaan lagi yang mengganjal dalam hati. Apakah semua guru bisa menjadi guru professional? Apakah menjadi guru professional itu mudah? Apakah ada jaminan kesejahteraan ketika guru bersikap professional?

Untuk menjadi guru professional sebenarnya tidaklah sulit jikalau kita mempunyai keinginan yang kuat untuk menggapainya. Bukan artinya saya menganggap mudah hal ini, tetapi yakinlah kalau tidak ada yang tidak mungkin untuk kita capai selagi nafas masih berhembus, hati masih berniat, otak masih berpikir, mulut masih berucap, perilaku masih terwujud.

Hidup adalah pilihan, kita sebagai pendidik tinggal memilih apakah kita mau untuk menggapainya. Karena bukan masalah mampu atau tidak mampu, tetapi mau atau tidak kita menjadi seorang guru professional. Kita semua mampu untuk menjadi guru yang professional dan berkualitas.

Menjadi seorang yang ahli dalam hal mendidik generasi bangsa merupakan suatu pemberian yang luar biasa dari Allah SWT. Sungguh kenikmatan yang tidak bisa ditukar dengan materi ketika melihat anak didik menjadi seorang yang sukses. Kita merasa bahagia dan bangga ketika anak didik kita mengabarkan pada kita bahwa apa yang kita ajarkan ternyata sangat bermanfaat baginya. Kadangkala tak terasa air mata haru dan bahagia menetes dari kedua bola mata kita mengingat anugerah yang begitu besar ini.

Guru yang professional ialah guru yang bisa mengenal siapa dirinya, sehingga ia akan dengan mudah mengenal siapa anak didiknya. Dan dengan modal itu semua, ia akan mudah untuk mengantar anak didiknya menjadi pribadi yang cerdas hati, cerdas fikir dan cerdas perilaku.

Kita harus ingat bahwa tugas utama kita sebagi pendidik bukan hanya sebagai alat pentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga harus menjadi teladan yang baik bagi anak didiknya. Jangan sampai kita berikan paradigma yang salah pada anak didik kita. Karena tak jarang banyak guru yang sering berkata pada anak didiknya, “Nggak apa-apa nakal yang penting pintar, nilainya bagus, ujian lulus.” Saya sering merasa sedih ketika mendengar perkataan ‘lempeng’ rekan guru itu. Seperti yang betul perkataan itu, tapi kalau kita cermati, perkataan itu memiliki dampak yang negative. Ketika kita berkata seperti itu, berarti kita hanya akan mencetak fi’aun-fir’aun baru yang hanya mengagung-agungkan ilmu pengetahuan tanpa memahami kandungan yang tersirat didalamnya. Kita akan meluluskan orang-orang pintar tapi bodoh. Mereka tak tahu apa yang mereka pelajari. Mereka tak paham apa yang mereka tahu. Oleh karena itu, tidak heran kalau sekarang banyak lulusan sarjana yang pola pikirnya masih seperti anak TK. Artinya, mereka kaya dalam ilmu pengetahuan tetapi miskin dalam moral dan aqidah. Yang ujung-ujungnya ilmu yang mereka peroleh dari bangku sekolah menjadi bumerang bagi dirinya sendiri dan juga orang lain.

Guru yang professional, ialah guru yang memiliki kemampuan untuk mengantar anak didiknya, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari salah menjadi benar. Bukan sebaliknya, yang terjadi sekarang ini, guru datang ke sekolah hanya sekedar memenuhi absen harian agar cepat diagkat menjadi Pegawai Negeri Sipil. Mereka akan lebih semangat dan sibuk mengurus kelengkapan sertifikasi dan membahas dana BOS daripada mencari metode apa yang terbaik untuk anak didiknya agar menjadi lebih baik lagi.

Guru professional tidak akan membeda-bedakan murid berdasarkan kecerdasan semu semata. Tidak akan menyebut kamu bodoh dan kamu nakal. Guru professional tidak akan gila hormat. Guru professional akan mengajar dengan penuh tanggung jawab dan disipilin, tidak hanya ketika ada penilaian dari kepala sekolah atau penilik saja, tetapi ada atau tidak ada atasan, mereka akan mengajar dengan penuh perhatian pada anak didiknya.

Tidak akan terjadi masalah siswa malas belajar, benci sama pelajaran, atau apalagi enggan untuk pergi ke sekolah, jika guru bersikap professional terhadap pekerjaannya. Karena yang terjadi saat ini, sebagian guru menyampaikan materi hanya dari apa yang ada di dalam buku panduan, tanpa mau mengembangakan apa yang ada dalam kurikulum. Mereka beranggapan kalau terlalu banyak metode yang diterapkan akan membingungkan siswa dan guru itu sendiri. Mereka pun beranggapan kalau metode yang mereka pakai selama bertahun-tahun sudah terbukti hasilnya. Padahal dari masa ke masa, anak didik kita semakin canggih. Kadangkala kita sebagai gurunya kalah bersaing dengan mereka. Mereka sudah mengenal dunia luar lebih cepat dibandingkan kita, karena mereka begitu familiar dengan sarana komunikasi modern. Mereka mencari apa yang mereka tidak tahu dan tidak paham melalui media, baik itu elektronik maupun cetak. Sedangkan kita membuka internet pun mungkin sebulan sekali atau bahkan mungkin memegang keyboard computer pun masih canggung. Membeli buku, koran atau majalah pun jarang, karena uang yang ada tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sehingga kita sering ‘kecolongan’ dengan sikap anak-anak didik kita.

Jadi, jangan salahkan anak didik kita kalau semangat mereka begitu kecil terhadap mata pelajaran yang kita ajarkan. Sebagian siswa sering bilang lebih baik mereka cari tahu sendiri dari internet dari pada harus mendengarkan penjelasan guru yang bikin mereka pusing tujuh keliling. Karena bukankah otak kita itu senang kepada hal-hal yang menarik, colourful, dan tidak monoton. Tapi, apa yang mereka dapatkan dari guru mereka? Rangkuman yang seabreg, ceramah yang membosankan, tugas yang menumpuk, dan sikap guru yang pemarah serta lingkungan sekolah yang tidak menarik perhatian. Yang hasilnya hanyalah wasting time saja. Hanya sebagai pemenuhan kewajiban, baik sebagai siswa maupun sebagai guru. Dan sebenarnya kita sudah menghabiskan dana trilyunan rupiah hanya untuk membiayai hal-hal yang kurang kreatif ini dengan embel-embel untuk kepentingan pendidikan.

Tapi saya yakin, niat mereka itu baik yaitu untuk mencerdaskan bangsa. Sayangnya, kita itu hanya bagus jargonnya saja, tapi pengaplikasian di lapangannya big zero. Banyak sekali kebohongan berjamaah dalam dunia pendidikan kita. Sekolah tidak mau nama baiknya tercemar, yang pada akhirnya mereka buat tim sukses ketika UN berlangsung. Mereka berikan kunci jawaban kepada siswa mereka tanpa merasa berdosa. Padahal mereka ajarkan tentang bersikap baik dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama. Jadi, para guru ini seperti seorang dokter yang memberi obat pada pasien tapi diberikannya berbarengan dengan makanan atau minuman yang bisa menyebabkan penyakitnya kambuh lagi atau tambah parah. Jadi, obat yang diberikan tidak akan ada manfaatnya. Begitu pun yang terjadi di dunia pendidikan kita saat ini, kita ajarakan teori-teori tentang hal-hal yang baik berdasarkan buku panduan, tetapi di samping itu kita ajarkan yang kurang atau bahkan tidak baik melalui praktek bersikap dan berucap sehari-hari.

Dan bukankah kita sebagai seorang pendidik paham, kalau pengajaran yang paling cepat berpengaruh adalah melalui praktek. Anak didik kita akan merasa cepat paham dan akan selalu ingat jika mereka melihat dan langsung mempraktekannya. Dari hasil penelitian para ahli pun telah banyak membuktikan hal itu. Menurut Dr. Vernon A. Magnesen (1983), kita mendapat 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan.

Jadi, jangan berharap para generasi bangsa ini akan menjadi seorang yang berilmu dan berakhlak mulia, jika pendidikan di Negara kita masih seperti itu. Jangan bermimpi kualitas pendidikan kita akan meningkat jika gurunya sendiri tidak memiliki mental dan motal yang berkualitas. Kita jangan menutup mata dan telinga kita, jika di Negara ini masih banyak guru-guru yang takut untuk keluar dari zona nyaman. Takut untuk merubah kebiasaan yang selama ini membentengi kesuksesan siswa dan diri mereka sendiri.

Mengutip dari teori yang dikemukakan oleh seorang ahli di bidang pendidikan, untuk menjadi guru yang professional, kita harus memiliki 8 (delapan) formula, yang disebut SOFTENER, yang merupakan singkatan dari:

v Smile, Seorang guru harus murah senyum, memperlihatkan raut muka dan mimik wajah yang ceria.

v Open arms, Kita harus menganggap anak didik kita adalah bagian dari hidup kita, bersikaplah selalu menyayangi mereka dan siap membantu setiap kesulitan yang mereka rasakan.

v Friendly, Seorang guru harus ramah, nggak jutek dan jaim.

v Touch, Jika kita ingin anak didik kita memperhatikan kita, sentuhlah hati mereka, karena dengan cara itu kita bisa memahami dunia mereka.

v Eyes contact, Ketika kita sedang menjelaskan pelajaran, harus ada kontak mata antara guru dan siswa, karena mereka akan merasa diperhatikan dan dianggap keberadaannya.

v Neutral, Bersikaplah adil dalam memberikan apapun kepada anak didik kita, baik itu nilai, penghargaan atau hukuman sekalipun.

v Energetic, Seorang guru harus selalu bersikap energik, bersemangat dalam menjalankan tugasnya.

v Religious. Kita akan mengenal siapa diri kita dan oranglain, kalau kita telah mengenal siapa Tuhan kita dan dari mana kita berasal. Setiap langkah kita selalu diniatkan untuk beribadah kepadaNya. Tidak ada niatan lain selain untuk mengamalkan ilmu yang telah dianugerahkan kepada kita. Kita akan selalu ingat bahwa ada yang mengawasi kita setiap saat, sehingga kita akan berusaha menjadi pribadi guru yang baik dan benar serta akan mengajarkan yang baik-baik pula dalam ucapan maupun perbuatan.


Kedelapan formula ini merupakan kunci keberhasilan seorang pendidik, ketika kita berani dan ada keinginan untuk melakukannya, maka kita bisa menjadi yang terbaik.

“…………Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri……” (Ar-Ra’d: 11)

Melihat ayat tersebut, kita harus sadar bahwa sesuatu itu harus diperjuangkan, harus diusahakan. Kita tidak bisa hanya berpangku tangan berdiam diri menanti keajaiban anak didik kita menjadi lebih baik dengan sendirinya. Jangan pernah menahan ilmu pengetahuan dari mereka yang berhak menerimanya. Sebisa mungkin kita amalkan ilmu kita dengan cara yang baik agar hasil yang kita peroleh pun akan baik pula. Kalau kita sudah berusaha semaksimal mungkin, kita serahkan semuanya kepada Allah. Karena Dia-lah Yang Maha Kuasa atas segalanya.

Jangan selalu berharap kita ingin mendapatkan hak kita lebih tinggi dari orang lain, tapi berusahalah agar kita bisa mempersembahkan kewajiban kita dengan maksimal. Tidak ada kata mengeluh dalam sebuah perjuangan mulia ini.

Keberhasilan adalah persinggungan antara kesiapan dan kesempatan. Kesiapan dapat kita ciptakan, kesempatan pun demikian. Untuk itu marilah kita mulai dari sekarang untuk masa depan yang lebih baik. Jangan jadikan gaji kita yang ‘tidak besar’ menjadi alasan dan rintangan untuk menjadi pribadi seorang guru yang professional. Yakinlah bahwa Allah SWT akan memberikan kebahagian yang lebih dari sekedar materi saja. Do the best things for the best future!